Saturday 23 June 2007

250504

Ketika Rara Berhari jadi.........

W a j a h
Dia adalah produk sejarah. Terlontar ke dunia bersama simbahan darah dan buncahan ketuban diiring erangan panjang pengantar hidup. 22 tahun sudah, dia bergumul dengan kehidupan, melangkah dari sebuah titik nol membangun deretan angka-angka sejarah. Dia tumbuh dengan identitasnya, diringkus oleh berjuta aksesoris yang melekat di tubuhnya. Dia menghimpun beratus pengalaman yang akan menjadi cornerstone dalam mengayun sampan kehidupan. Dia adalah masa lalu sekaligus masa depan. Dia, sebagaimana yang pernah aku saksikan adalah sebuah pribadi, sebuah kedirian yang samasekali otonom. Mungkin dia memiliki seribu wajah yang terpasang silih berganti kapanpun dia inginkan, tetapi ada satu wajah yang tidak pernah aus dan lekang dan selalu kusimpan: Wajah seorang sahabat!

K a m i s
Kamis itu adalah titik awal dari sebuah perjalanan panjang. Aku selalu mengingat wajahnya, arsiran lembut di dahinya, nafasnya yang gelisah, tatapannya yang pecah. Dia tengah memendam luka. Sebuah luka yang menggores saat senja menggantung. Seseorang telah menghembuskan hasratnya melalui butiran mantera, menumbuhkan kamuflase yang memenjarakan dia dalam rindu yang ganjil. Setiap malam tiba, ribuan iblis membekapnya dengan belaian mistis. Gadis itu sering terjaga dari lelapnya. Sesuatu yang aneh sering kali mengusiknya, berbisik, kadang hanya meniup pelan di daun telinganya. Sangat aneh! Seperti datang dari alam lain, sebuah dunia yang tak terjangkau. “Seseorang menebar guna-guna” Suaranya begitu perlahan seperti datang dari palung yang dalam dan kelam. Mungkin hanya aku dan rintik gerimis yang merasakan getar itu.

L e l a k i P e l u k i s
Seorang lelaki jatuh hati padanya. Lelaki yang sederhana dan pemalu, lelaki yang menerbitkan berjuta kagum dan rindu. Lelaki yang rela menanggalkan segala mimpi demi sang gadis yang sangat dipuja. Lelaki yang ikhlas merendahkan ubun-ubunnya, memporandakan harga dirinya demi sebuah gelora. Lelaki yang selalu mengabadikan senyumnya lewat goresan ritmis. Lelaki itu pelukis. Dia tidak pernah menikmati kemewahan yang menjadi haknya. Dia lebih suka terkapar di atas dipan lusuh. “Di sanalah inspirasiku terlahir!” Katanya di suatu pagi. Sungguh lelaki yang sederhana dengan imajinasi yang sangat sederhana. Berita terakhir lelaki itu hampir digebuki karena mencuri HP. Sesuatu yang semestinya tak perlu terjadi. Mungkin dia juga menganggap hidup terlalu sederhana, cukup dikantongi dalam saku celana seperti Ha Pe.......

B r a m
Lelaki itu bernama Bram. Saya tidak tahu nama lengkapnya, mungkin Brama Kumbara. Bram adalah lelaki yang tiba-tiba turun dari langit dan menghampiri gadis itu. Dia lelaki yang sempurna dengan tatapan yang teduh. Hari-hari bersama Bram adalah paduan harmoni sebuah orkestra: penuh daya estetis. Gadis itu begitu bersemangat setiap bercerita tentang Bram. “Mungkin Bram sebuah takdir” tatapan gadis itu menampilkan cita yang mendalam. Entah berapa lama mereka merenda cerita? Suatu sore yang murung sepotong suara melompat dari seberang telepon. “Bram sudah menikah!” Gadis itu nampak terbata, ada kecewa yang menghunjam. Dia benar....Bram sebuah takdir!

S t a s i u n
Aku acap tenggelam dalam lamunan setiap melewati Stasiun Tugu. Tempat itu seperti tak pernah ramah padaku, tetapi tempat itu pula yang mengajariku makna sebuah kerinduan. “Malam itu aku terbang melompati jajaran rel kereta yang terkapar, menyibak kerumunan, berharap menemukan wajahnya tergeletak di antara ribuan wajah asing yang terpajang. Tetapi aku hanya menjumpai ketiadaan. Dia telah pergi ditelan gerbong kereta menyisakan rasa rindu yang menyiksa. Tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang lebih menyakitkan dari sebuah perpisahan: kerinduan!”
Semilir angin menampar, menusuk tubuhku yang menggigil tanpa jaket. Aku segera pulang untuk menumpahkan rasa rindu.........!

11 B u l a n
Aku bisa menangkap keraguan menggenang di matanya saat dia mesti mengungkap kesejatian. “Sudah sebelas bulan aku bersamanya” suara itu begitu pelan, tetapi sangat menusuk batinku. Sebelas bulan dia memendam rahasia. Sebelas bulan dia mencintai seseorang yang pernah menikamku dengan tatapannya yang angkuh. Yah...dia memang sudah pantas jatuh cinta. Cinta memang sebuah kata yang membutuhkan banyak sekali catatan kaki. Cinta kadang seperti pertaruhan di meja judi; terlalu spekulatif. Akh...persetan dengan cinta. Aku merasa dikibuli selama ini, aku marah, betapa tega dia memelihara kerahasiaan. Tapi aku akhirnya memahami, dia hanya tak ingin menghancurkan persahabatan dengan seutas kejujuran.

4 A p r i l 2004
Aku sempat menganggap hari itu adalah akhir dari perjalanan panjang. Aku merasa letih membangun persahabatan yang selalu memelihara kesalahpahaman. “4 April 2004, saat purnama menyala, aku harus menentukan sebuah pilihan sadar: mengakhiri sbh perjalanan panjang yg melelahkan, yg hy menghimpun luka & mengguratkan perih. Km jg merasakan?” aku masih menyimpan SMS itu. Itu adalah kalimat pembuka dari perdebatan yang mengalir sampai pagi menjelma. Aku sakit oleh sikapnya, mungkin dia juga perih karena ketidak bijaksanannku. Sebenarnya kami sama-sama menyadari ketidakcocokan di antara kami. Tetapi segala perbedaan itulah yang menjadikan semuanya unik, seperti paduan warna dalam lukisan ekspresi. Dan kami tetap mempertahankan segalanya. Sebuah persahabatan, sebuah perbedaan......selamanya!

No comments: